Acuan dalam pengamalan tarekat bertumpu kepada tradisi dan akhlak nubuwah (kenabian),dan mencakup secara esensial tentang jalan
sufi dalam melewati maqomat dan ahwal tertentu. Setelah ia tersucikan jasmaniahnya,
kemudian melangkah kepada aktivitas aktivitas,
yang meliputi :
Pertama
tazkiyah an nafs atau pensucian
jiwa, artinya mensucikan diri dari berbagai kecenderungan buruk, tercela, dan hewani
serta menghiasinya dengan sifat sifat terpuji dan malakuti.
Kedua
tashfiyah al qalb, pensucian kalbu. Ini
berarti menghapus dari hati kecintaan akan kenikmatan duniawi yang sifatnya sementara dan kekhawatirannya atas kesedihan, serta memantapkan dalam tempatnya kecintaan
kepada Allah semata.
Ketiga
takhalliyah as Sirr atau pengosongan
jiwa dari segenap pikiran yang bakal mengalihkan perhatian dari dzikir atau ingat kepada Allah.
Keempat
tajalliyah ar Ruh atau pencerahan
ruh, berarti mengisi ruh dengan cahaya Allah dan gelora cintanya.
Qasrun = Merupakan unsur jasmaniah, berarti istana yang menunjukan betapa keunikan struktur tubuh manusia.
Sadrun = (Latifah al-nafs) sebagai unsur jiwa
Qalbun = (Latifah al-qalb) sebagai unsur rohaniah
Fuadun = (Latifah al-ruh) Unsur rohaniah
Syagafun = (Latifah al-sirr) unsur rohaniah
Lubbun = (Latifah al-khafi) unsur rohaniah
Sirrun = (Latifah al-akhfa) unsur rohaniah
Hal ini relevan dengan firman Allah SWT dalam hadist qudsi:
"Aku jadikan pada tubuh anak Adam (manusia) itu qasrun (istana), di situ ada sadrun (dada), di dalam dada itu ada qalbu (tempat bolak
balik ingatan), di dalamnya ada lagi fu'ad (jujur
ingatannya), di dalamnya pula ada syagaf (kerinduan), di dalamnya lagi ada lubbun
(merasa terialu rindu), dan di dalam lubbun ada sirrun (mesra), sedangkan di dalam sirrun ada "Aku".
Ahmad al-Shirhindi dalam Kharisudin memaknai
hadist qudsi di atas melalui sistem interiorisasi dalam diri manusia yang strukturnya yang dapat diperhatikan dalam gambaran di atas.
Pada dasarnya lathifah-lathifah tersebut berasal dari alam amri (perintah) Allah : "Kun
fayakun", yang artinya, "jadi maka jadilah" (QS : 36: 82)
merupakan al-ruh yang
bersifat immaterial. Semua yang berasal dari alam al-khalqi (alam ciptaan) bersifat material.
Karena qudrat dan iradat Allah ketika Allah
telah menjadikan badan jasmaniah manusia,selanjutnya Allah menitipkan kelima lathifah tersebut ke
dalam badan jasmani manusia dengan keterikatan yang sangat kuat.
Lathifah-lathifah itulah yang mengendalikan kehidupan batiniah seseorang, maka tempatnya ada di dalam badan manusia. Lathifah ini pada tahapan selanjutnya merupakan istilah praktis
yang berkonotasi tempat.
Umpamanya :
Lathifah al-nafsi sebagai tempatnya al-nafsu al-amarah.
Lathifah al-qalbi sebagai tempatnya nafsu al-
lawamah.
Dengan kata lain bertempatnya lathifah yang
bersifat immaterial ke dalam badan jasmani manusia adalah sepenuhnya karena kuasa Allah.
Lathifah sebagai kendaraan media bagi ruh bereksistensi dalam diri manusia yang bersifat
barzakhiyah (keadaan antara kehidupan jasmaniah dan rohaniah).
Pada hakekatnya penciptaan ruh manusia (lima lathifah), tidak melalui sistem evolusi. Ruh
ditiupkan oleh Allah ke dalam jasad manusia melalui proses. Ketika jasad Nabi Adam a.s
telah tercipta dengan sempurna, maka Allah
memerintahkan ruh Nya untuk memasuki jasad Nabi Adam a.s.
Maka dengan enggan ia menerima perintah
tersebut. Ruh memasuki jasad dengan berat hati karena harus masuk ke tempat yang
gelap. Akhirnya ruh mendapat sabda Allah :
"Jika seandainya kamu mau masuk dengan senang, maka kamu nanti juga akan keluar
dengan mudah dan senang, tetapi bila kamu masuk dengan paksa, maka kamupun akan keluar dengan terpaksa".
Ruh memasuki melalui ubun-ubun, kemudian turun sampai ke batas mata, selanjutnya
sampai ke hidung, mulut, dan seterusnya sampai ke ujung jari kaki. Setiap anggota
tubuh Adam yang dilalui ruh menjadi hidup, bergerak, berucap, bersin dan memuji Allah.
Dari proses inilah muncul sejarah mistis tentang karakter manusia,sejarah salat (takbir, ruku dan sujud), dan tentang struktur ruhaniah manusia (ruh, jiwa dan raga).
Bahkan dalam al Qur'an tergambarkan ketika
ruh sampai ke lutut, maka Adam sudah tergesa gesa ingin berdiri. Sebagaimana firman Allah : "Manusia tercipta dalam ketergesa-
gesaan" (Q.S.21:37).
Pada proses penciptaan anak Adam pun juga demikian, proses bersatunya ruh ke dalam badan melalui tahapan. Ketika sperma berhasil
bersatu dengan ovum dalam rahim seorang ibu, maka terjadilah zygot (sel calon janin yang diploid ). Ketika itulah Allah meniupkan
sebagian ruhnya (QS : 23 : 9), yaitu ruh al-hayat. Pada tahapan selanjutnya Allah
menambahkan ruhnya, yaitu ruh al-hayawan,maka jadilah ia potensi untuk bergerak dan
berkembang, serta tumbuh yang memang sudah ada bersama dengan masuknya ruh al-hayat.
Sedangkan tahapan selanjutnya adalah
peniupan ruh yang terakhir, yaitu ketika proses penciptaan fisik manusia telah
sempurna.
Maka dengan ini, manusia dapat merasa dan berpikir. Sehingga layak menerima taklif
syari' (kewajiban syari'at) dari Allah dan menjadi khalifah Nya.
Itulah tiga jenis ruh dan nafs yang ada dalam diri manusia, sebagai potensi yang menjadi
sudut pandang dari fokus pembahasan lathifah
(kesadaran).
Lima lathifah yang ada di dalam diri manusia itu adalah tingkatan kelembutan kesadaran manusia.
Sehingga yang dibahas bukan hakikatnya,karena hakikat adalah urusan Tuhan (QS : 17 : 85), tetapi aktivitas dan karakteristiknya.
Lathifah al-qalb, bukan qalb (jantung) jasmaniah itu sendiri, tetapi suatu lathifah (kelembutan),
atau kesadaran yang bersifat rubbaniyah (ketuhanan) dan ruhaniah.
Walaupun demikian, ia berada dalam qalb (jantung) manusia sebagai media bereksistensi.
Menurut Al Ghazall, di dalam jantung itulah memancarnya ruh manusia itu. Lathifah inilah
hakikatnya manusia. Ialah yang mengetahui,dia yang bertanggung jawab, dia yang akan disiksa dan diberi pahala. Lathifah ini pula yang dimaksudkan sabda Nabi
"Sesungguhnya Allah tidak akan memandang rupa dan hartamu, tetapi ia memandang hatimu".
Lathifah al-qalb bereksistensi di dalam jantung
jasmani manusia, maka jantung fisik manusia
ibaratnya sebagai pusat gelombang, sedangkan
letak di bawah susu kiri jarak dua jari (yang dinyatakan sebagai letaknya lathifah al-qalb) adalah ibarat "channelnya". Jika seseorang
ingin berhubungan dengan lathifah ini, maka ia harus berkonsentrasi pada tempat ini. Lathifah ini memiliki nur berwarna kuning yang tak
terhinggakan (di luar kemampuan indera fisik).
Demikian juga dengan Lathifah al-ruh, dia bukan ruh atau hakikat ruh itu ;sendiri. Tetapi lathifah al-ruh adalah suatu identitas yang lebih
dalam dari lathifah al-qalb. Dia tidak dapat diketahui hakikatnya, tetapi dapat dirasakan adanya, dan diketahui gejala dan
karakteristiknya. Lathifah ini terletak di bawah susu kanan jarak dua jari dan condong ke arah kanan. Warna cahayanya merah yang
tak terhinggakan. Selain tempatnya sifat-sifat
yang baik, dalam lathifah
ini bersemayam sifat bahimiyah atau sifat
binatang jinak. Dengan lathifah ini pula seorang salik akan merasakan fana al-sifat (hanya sifat Allah saja yang kekal), dan tampak pada
pandangan batiniah.
Lathifah al-sirri merupakan lathifah yang paling dalam, terutama bagi para sufi besar terdahulu
yang kebanyakan hanya menginformasikan tentang tiga lathifah manusia, yaitu qalb, ruh dan sirr. Sufi yang pertama kali mengungkap
sistem interiorisasi lathifah manusia adalah Amir Ibn Usman Al Makki (w. 904 M), yang menurutnya manusia terdiri dari empat lapisan
kesadaran, yaitu raga, qalbu, ruh dan sirr.
Dalm temuan Imam al Robbani al Mujaddid,lathifah ini belum merupakan latifiah yang terdalam. Ia masih berada di tengah tengah
lathifah al ruhaniyat manusia. Tampaknya inilah sebabnya sehingga al Mujaddid dapat
merasakan pengalaman spiritual yang lebih tinggi dari para sufi sebelumnya, seperti Abu Yazid al Bustami, al-Hallaj (309 H), dan Ibnu Arabi (637 H). Setelah ia
mengalami "ittihad" dengan Tuhan, ia masih mengalami berbagai pengalaman ruhaniah,sehingga pada tataran tertinggi manusia ia
merasakan sepenuhnya, bahwa abid dan ma'bud adalah berbeda, manusia adalah hamba, sedangkan Allah adalah Tuhan.
Hal yang diketahui dari lathifah ini adalah, ia
memiliki nur yang berwarna putih berkilauan.Terletak di atas susu kiri jarak sekitar dua jari, berhubungan dengan hati jasmaniah (hepar). Selain lathifah ini merupakan
manifestasi sifat-sifat yang baik, ia juga merupakan
sarangnya sifat sabbu'iyyah atau sifat binatang buas. Dengan lathifah ini seseorang salik akan dapat merasakan fana' fi al-dzat, dzat Allah
saja yang tampak dalam pandangan batinnya.
Lathifah al-khafi adalah lathifah al-robbaniah al-
ruhaniah yg terletak lebih dalam dari lathifah al-sirri. Penggunaan istilah ini mengacu kepada
hadis Nabi : "Sebaik-baik dzikir adalah khafi dan sebaik baik rizki adalah yang mencukupi".
Hakikatnya merupakan rahasia Ilahiyah. Tetapi
bagi para sufi, keberadaanya merupakan kenyataan yang tidak dapat dipungkiri.
Cahayanya berwarna hitam, letaknya berada di atas susu sebelah kanan jarak dua jari
condong ke kanan,berhubungan dengan limpa jasmani.Selain sbagai realitas dari nafsu yg baik,
dlm lathifah ini brsemayam sifat syaithoniyyah seperti hasad, kibir (takabbur,sombong), khianat dan serakah.
Lathifah yang paling lembut dan paling dalam
adlh Lathifah al-akhfa. Tempatnya brada di
tengah-tengah dada dan berhubungan dengan
empedu jasmaniah manusia. Lathifah ini memiliki nur cahaya berwarna hijau yang tak terhinggakan. Dalam lathifah ini seseorang
salik akan dapat merasakan'isyq (kerinduan)
yg mendalam kepada Nabi Muhammad s.a.w. sehingga sering sering ruhaniah Nabi
datang mengunjungi.
Relevan dengan pendapat al-Qusyairi yg menegaskan tentang tiga alat dalam tubuh
manusia dalam upaya kontemplasi, yaitu:
1.qalb yang brfungsi untuk
mengetahui sifat-sifat Allah.
2.ruh brfungsi untuk mencintai Allah, dan
3.sirr brfungsi untk mlihat allah.tuk melihat Allah.
sufi dalam melewati maqomat dan ahwal tertentu. Setelah ia tersucikan jasmaniahnya,
kemudian melangkah kepada aktivitas aktivitas,
yang meliputi :
Pertama
tazkiyah an nafs atau pensucian
jiwa, artinya mensucikan diri dari berbagai kecenderungan buruk, tercela, dan hewani
serta menghiasinya dengan sifat sifat terpuji dan malakuti.
Kedua
tashfiyah al qalb, pensucian kalbu. Ini
berarti menghapus dari hati kecintaan akan kenikmatan duniawi yang sifatnya sementara dan kekhawatirannya atas kesedihan, serta memantapkan dalam tempatnya kecintaan
kepada Allah semata.
Ketiga
takhalliyah as Sirr atau pengosongan
jiwa dari segenap pikiran yang bakal mengalihkan perhatian dari dzikir atau ingat kepada Allah.
Keempat
tajalliyah ar Ruh atau pencerahan
ruh, berarti mengisi ruh dengan cahaya Allah dan gelora cintanya.
Qasrun = Merupakan unsur jasmaniah, berarti istana yang menunjukan betapa keunikan struktur tubuh manusia.
Sadrun = (Latifah al-nafs) sebagai unsur jiwa
Qalbun = (Latifah al-qalb) sebagai unsur rohaniah
Fuadun = (Latifah al-ruh) Unsur rohaniah
Syagafun = (Latifah al-sirr) unsur rohaniah
Lubbun = (Latifah al-khafi) unsur rohaniah
Sirrun = (Latifah al-akhfa) unsur rohaniah
Hal ini relevan dengan firman Allah SWT dalam hadist qudsi:
"Aku jadikan pada tubuh anak Adam (manusia) itu qasrun (istana), di situ ada sadrun (dada), di dalam dada itu ada qalbu (tempat bolak
balik ingatan), di dalamnya ada lagi fu'ad (jujur
ingatannya), di dalamnya pula ada syagaf (kerinduan), di dalamnya lagi ada lubbun
(merasa terialu rindu), dan di dalam lubbun ada sirrun (mesra), sedangkan di dalam sirrun ada "Aku".
Ahmad al-Shirhindi dalam Kharisudin memaknai
hadist qudsi di atas melalui sistem interiorisasi dalam diri manusia yang strukturnya yang dapat diperhatikan dalam gambaran di atas.
Pada dasarnya lathifah-lathifah tersebut berasal dari alam amri (perintah) Allah : "Kun
fayakun", yang artinya, "jadi maka jadilah" (QS : 36: 82)
merupakan al-ruh yang
bersifat immaterial. Semua yang berasal dari alam al-khalqi (alam ciptaan) bersifat material.
Karena qudrat dan iradat Allah ketika Allah
telah menjadikan badan jasmaniah manusia,selanjutnya Allah menitipkan kelima lathifah tersebut ke
dalam badan jasmani manusia dengan keterikatan yang sangat kuat.
Lathifah-lathifah itulah yang mengendalikan kehidupan batiniah seseorang, maka tempatnya ada di dalam badan manusia. Lathifah ini pada tahapan selanjutnya merupakan istilah praktis
yang berkonotasi tempat.
Umpamanya :
Lathifah al-nafsi sebagai tempatnya al-nafsu al-amarah.
Lathifah al-qalbi sebagai tempatnya nafsu al-
lawamah.
Dengan kata lain bertempatnya lathifah yang
bersifat immaterial ke dalam badan jasmani manusia adalah sepenuhnya karena kuasa Allah.
Lathifah sebagai kendaraan media bagi ruh bereksistensi dalam diri manusia yang bersifat
barzakhiyah (keadaan antara kehidupan jasmaniah dan rohaniah).
Pada hakekatnya penciptaan ruh manusia (lima lathifah), tidak melalui sistem evolusi. Ruh
ditiupkan oleh Allah ke dalam jasad manusia melalui proses. Ketika jasad Nabi Adam a.s
telah tercipta dengan sempurna, maka Allah
memerintahkan ruh Nya untuk memasuki jasad Nabi Adam a.s.
Maka dengan enggan ia menerima perintah
tersebut. Ruh memasuki jasad dengan berat hati karena harus masuk ke tempat yang
gelap. Akhirnya ruh mendapat sabda Allah :
"Jika seandainya kamu mau masuk dengan senang, maka kamu nanti juga akan keluar
dengan mudah dan senang, tetapi bila kamu masuk dengan paksa, maka kamupun akan keluar dengan terpaksa".
Ruh memasuki melalui ubun-ubun, kemudian turun sampai ke batas mata, selanjutnya
sampai ke hidung, mulut, dan seterusnya sampai ke ujung jari kaki. Setiap anggota
tubuh Adam yang dilalui ruh menjadi hidup, bergerak, berucap, bersin dan memuji Allah.
Dari proses inilah muncul sejarah mistis tentang karakter manusia,sejarah salat (takbir, ruku dan sujud), dan tentang struktur ruhaniah manusia (ruh, jiwa dan raga).
Bahkan dalam al Qur'an tergambarkan ketika
ruh sampai ke lutut, maka Adam sudah tergesa gesa ingin berdiri. Sebagaimana firman Allah : "Manusia tercipta dalam ketergesa-
gesaan" (Q.S.21:37).
Pada proses penciptaan anak Adam pun juga demikian, proses bersatunya ruh ke dalam badan melalui tahapan. Ketika sperma berhasil
bersatu dengan ovum dalam rahim seorang ibu, maka terjadilah zygot (sel calon janin yang diploid ). Ketika itulah Allah meniupkan
sebagian ruhnya (QS : 23 : 9), yaitu ruh al-hayat. Pada tahapan selanjutnya Allah
menambahkan ruhnya, yaitu ruh al-hayawan,maka jadilah ia potensi untuk bergerak dan
berkembang, serta tumbuh yang memang sudah ada bersama dengan masuknya ruh al-hayat.
Sedangkan tahapan selanjutnya adalah
peniupan ruh yang terakhir, yaitu ketika proses penciptaan fisik manusia telah
sempurna.
Maka dengan ini, manusia dapat merasa dan berpikir. Sehingga layak menerima taklif
syari' (kewajiban syari'at) dari Allah dan menjadi khalifah Nya.
Itulah tiga jenis ruh dan nafs yang ada dalam diri manusia, sebagai potensi yang menjadi
sudut pandang dari fokus pembahasan lathifah
(kesadaran).
Lima lathifah yang ada di dalam diri manusia itu adalah tingkatan kelembutan kesadaran manusia.
Sehingga yang dibahas bukan hakikatnya,karena hakikat adalah urusan Tuhan (QS : 17 : 85), tetapi aktivitas dan karakteristiknya.
Lathifah al-qalb, bukan qalb (jantung) jasmaniah itu sendiri, tetapi suatu lathifah (kelembutan),
atau kesadaran yang bersifat rubbaniyah (ketuhanan) dan ruhaniah.
Walaupun demikian, ia berada dalam qalb (jantung) manusia sebagai media bereksistensi.
Menurut Al Ghazall, di dalam jantung itulah memancarnya ruh manusia itu. Lathifah inilah
hakikatnya manusia. Ialah yang mengetahui,dia yang bertanggung jawab, dia yang akan disiksa dan diberi pahala. Lathifah ini pula yang dimaksudkan sabda Nabi
"Sesungguhnya Allah tidak akan memandang rupa dan hartamu, tetapi ia memandang hatimu".
Lathifah al-qalb bereksistensi di dalam jantung
jasmani manusia, maka jantung fisik manusia
ibaratnya sebagai pusat gelombang, sedangkan
letak di bawah susu kiri jarak dua jari (yang dinyatakan sebagai letaknya lathifah al-qalb) adalah ibarat "channelnya". Jika seseorang
ingin berhubungan dengan lathifah ini, maka ia harus berkonsentrasi pada tempat ini. Lathifah ini memiliki nur berwarna kuning yang tak
terhinggakan (di luar kemampuan indera fisik).
Demikian juga dengan Lathifah al-ruh, dia bukan ruh atau hakikat ruh itu ;sendiri. Tetapi lathifah al-ruh adalah suatu identitas yang lebih
dalam dari lathifah al-qalb. Dia tidak dapat diketahui hakikatnya, tetapi dapat dirasakan adanya, dan diketahui gejala dan
karakteristiknya. Lathifah ini terletak di bawah susu kanan jarak dua jari dan condong ke arah kanan. Warna cahayanya merah yang
tak terhinggakan. Selain tempatnya sifat-sifat
yang baik, dalam lathifah
ini bersemayam sifat bahimiyah atau sifat
binatang jinak. Dengan lathifah ini pula seorang salik akan merasakan fana al-sifat (hanya sifat Allah saja yang kekal), dan tampak pada
pandangan batiniah.
Lathifah al-sirri merupakan lathifah yang paling dalam, terutama bagi para sufi besar terdahulu
yang kebanyakan hanya menginformasikan tentang tiga lathifah manusia, yaitu qalb, ruh dan sirr. Sufi yang pertama kali mengungkap
sistem interiorisasi lathifah manusia adalah Amir Ibn Usman Al Makki (w. 904 M), yang menurutnya manusia terdiri dari empat lapisan
kesadaran, yaitu raga, qalbu, ruh dan sirr.
Dalm temuan Imam al Robbani al Mujaddid,lathifah ini belum merupakan latifiah yang terdalam. Ia masih berada di tengah tengah
lathifah al ruhaniyat manusia. Tampaknya inilah sebabnya sehingga al Mujaddid dapat
merasakan pengalaman spiritual yang lebih tinggi dari para sufi sebelumnya, seperti Abu Yazid al Bustami, al-Hallaj (309 H), dan Ibnu Arabi (637 H). Setelah ia
mengalami "ittihad" dengan Tuhan, ia masih mengalami berbagai pengalaman ruhaniah,sehingga pada tataran tertinggi manusia ia
merasakan sepenuhnya, bahwa abid dan ma'bud adalah berbeda, manusia adalah hamba, sedangkan Allah adalah Tuhan.
Hal yang diketahui dari lathifah ini adalah, ia
memiliki nur yang berwarna putih berkilauan.Terletak di atas susu kiri jarak sekitar dua jari, berhubungan dengan hati jasmaniah (hepar). Selain lathifah ini merupakan
manifestasi sifat-sifat yang baik, ia juga merupakan
sarangnya sifat sabbu'iyyah atau sifat binatang buas. Dengan lathifah ini seseorang salik akan dapat merasakan fana' fi al-dzat, dzat Allah
saja yang tampak dalam pandangan batinnya.
Lathifah al-khafi adalah lathifah al-robbaniah al-
ruhaniah yg terletak lebih dalam dari lathifah al-sirri. Penggunaan istilah ini mengacu kepada
hadis Nabi : "Sebaik-baik dzikir adalah khafi dan sebaik baik rizki adalah yang mencukupi".
Hakikatnya merupakan rahasia Ilahiyah. Tetapi
bagi para sufi, keberadaanya merupakan kenyataan yang tidak dapat dipungkiri.
Cahayanya berwarna hitam, letaknya berada di atas susu sebelah kanan jarak dua jari
condong ke kanan,berhubungan dengan limpa jasmani.Selain sbagai realitas dari nafsu yg baik,
dlm lathifah ini brsemayam sifat syaithoniyyah seperti hasad, kibir (takabbur,sombong), khianat dan serakah.
Lathifah yang paling lembut dan paling dalam
adlh Lathifah al-akhfa. Tempatnya brada di
tengah-tengah dada dan berhubungan dengan
empedu jasmaniah manusia. Lathifah ini memiliki nur cahaya berwarna hijau yang tak terhinggakan. Dalam lathifah ini seseorang
salik akan dapat merasakan'isyq (kerinduan)
yg mendalam kepada Nabi Muhammad s.a.w. sehingga sering sering ruhaniah Nabi
datang mengunjungi.
Relevan dengan pendapat al-Qusyairi yg menegaskan tentang tiga alat dalam tubuh
manusia dalam upaya kontemplasi, yaitu:
1.qalb yang brfungsi untuk
mengetahui sifat-sifat Allah.
2.ruh brfungsi untuk mencintai Allah, dan
3.sirr brfungsi untk mlihat allah.tuk melihat Allah.
Anda baru saja membaca artikel yang berkategori tauhid
dengan judul MENGENAL RUH SEBAGAI TAHAP AWAL PENGENALAN DIRI. Jika kamu suka, jangan lupa like dan bagikan keteman-temanmu ya... By : ciamis ngeblog
Follow @uzmanmangkubumi
by:
Unknown
Belum ada komentar untuk "MENGENAL RUH SEBAGAI TAHAP AWAL PENGENALAN DIRI"
Posting Komentar